Penulis : Hamzirwan | Selasa, 29 Januari 2013 | 21:17 WIB
Ilustrasi |
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengklaim, jumlah kasus tenaga kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri menurun.
Program pengetatan dan
pembenahan mekanisme penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri
selama dua tahun ini, dinilai mampu menekan jumlah TKI bermasalah.
Muhaimin
mengungkapkan hal ini di Jakarta, Selasa (29/1/2013). Indonesia
menempatkan 6,5 juta TKI di luar negeri, dan sebagian besar bekerja di
sektor informal.
"Pengetatan total dari sebelum penempatan di
daerah-daerah. Calon TKI harus benar-benar siap untuk bekerja di luar
negeri, menguasai bahasa asing, dan memiliki keterampilan khusus,
memahami hak dan kewajibannya, dan memahami hukum dan aspek perlindungan
diri-sendiri," kata Muhaimin.
Data Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi menyebutkan, jumlah TKI bermasalah 60.399 orang tahun 2010
yang turun menjadi 44.432 orang tahun 2011 dan 31.528 orang tahun 2012.
Dengan demikian, ada penurunan sebanyak 48 persen.
Muhaimin
mengatakan, moratorium menjadi strategi pembenahan dan pengetatan
penempatan TKI. Ia meminta pemerintah daerah proaktif membenahi
mekanisme penempatan, dengan mendata calon TKI dan perusahaan yang
merekrut mereka.
Kualitas meningkat
Pemerintah
tidak boleh memandang persoalan TKI sebagai statistik semata. Publik
melihat kualitas kasus TKI justru meningkat, tanpa proses hukum yang
berarti di dalam negeri.
Direktur Migrant Care, Anis Hidayah,
menegaskan, kualitas kasus TKI di luar negeri tahun lalu justru
meningkat. Anis memaparkan, kasus iklan TKI yang demonstratif di
Malaysia dan Singapura, sindikasi perdagangan orang yang menyekap TKI
seperti yang terkait Agensi Pekerjaan (AP) Sentosa di Malaysia,
pemerkosaan TKI, penembakan TKI sampai tewas, dan advokasi TKI terpidana
mati di luar negeri masih berjalan.
Petugas imigrasi Malaysia
telah menggerebek penampungan AP Sentosa di Selangor, Malaysia, akhir
tahun lalu. Petugas menyelamatkan 105 pekerja rumah tangga asing dengan
95 orang di antaranya adalah TKI tak berdokumen. Anis mendesak
Kepolisian Negara RI mengusut tuntas perdagangan orang.
Pemerintah sudah punya undang-undang pemberantasan trafficking
tetapi belum diintegrasikan dalam kebijakan perlindungan. "Pemerintah
gagal mencegah padahal tahun 2012 adalah tonggak ratifikasi Konvensi
Migran," kata Anis.